ADAKAH HUTANG ZINÂ?!

Pertanyaan:
Ustâdz, ramai berita soal ratusan pelajar SMP dan SMA di Kabupaten Ponorogo Jawa Timur hamil di luar nikah, apa itu dapat dikaitkan dengan orang tua mereka?.
Apakah benar orang kalau berzinâ maka anaknya akan berzinâ pula? Karena zina hutang, bayarnya juga dengan zinâ. Apa ada hadîtsnya?.

Jawaban:
Orang tua akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya terhadap anak-anaknya, dia akan berdosa apabila membiarkan dan tidak menjaga anak-anaknya dari berbuat zinâ, dia dianggap berdosa kalau menyia-nyiakan tanggungjawabnya. Adapun kalau dia berzinâ atau anaknya berzinâ maka masing-masing menanggung dosa sendiri-sendiri, berkata Allâh Subhânahu wa Ta’âlâ:

أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةࣱ وِزۡرَ أُخۡرَىٰ * وَأَن لَّیۡسَ لِلۡإِنسَـٰنِ إِلَّا مَا سَعَىٰ * وَأَنَّ سَعۡیَهُۥ سَوۡفَ یُرَىٰ

“Tidaklah orang yang berdosa memikul dosa orang lain, tidaklah bagi seseorang mendapatkan kecuali sesuai dengan yang dia perbuat dan sungguh perbuatannya itu akan diperlihatkan kepadanya.” [Surat An-Najm: 38-40].

Dan orang tua akan mendapatkan dosa tambahan apabila dia berzinâ lalu diikuti oleh anaknya, berkata Nabî Shallallâhu ‘Alaihi wa Sallam:

وَمَنْ سَنَّ فِي الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ

“Barangsiapa melakukan suatu prilaku di dalam Islâm dengan prilaku jelek lalu dilakukan oleh orang lain sesudahnya maka ditulis baginya dosa orang-orang yang melakukannya dengan tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.”

Adapun penyebutan bahwa orang yang berzinâ adalah orang yang berhutang dan anaknya akan membayarnya dengan berbuat zinâ pula maka sungguh tidak ada satupun hadîts, yang ada hanya perkataan masyhûr dari para ‘Ulamâ, di antaranya perkataan Asy-Syâfi’î Rahmatullâh ‘Alainâ wa ‘Alaih:

إنَّ الزِّنا دَينٌ إذا أقرضتًه **** كان الوفا مِن أهلِ بيتِك فاعلمِ

“Sungguh zinâ adalah hutang, jika kamu telah meminjamnya maka ketahuilah bentuk pembayarannya itu dengan anggota keluargamu.”

Walaupun itu hanyalah suatu perkataan masyhûr dan bukan dalîl, namun hendaklah bagi setiap orang berhati-hati jangan sampai mendekati zinâ, karena setiap orang yang masih memiliki fitrah tentu sangat benci bila ibu, isteri atau puterinya berzinâ. Abû Umâmah Radhiyallâhu ‘Anhu pernah menyebutkan tentang seorang pemuda yang minta izin kepada Nabî Shallallâhu ‘Alaihi wa Sallam untuk berzinâ, dia berkata:

 يَا رَسُولَ اللَّهِ ائْذَنْ لِي بِالزِّنَا

“Wahai Rasûlullâh, berilah izin kepadaku untuk aku berzinâ.”
Orang-orang tentu kaget dengan perkataan pemuda ini, Nabî Shallallâhu ‘Alaihi wa Sallam balik bertanya kepadanya:

أَتُحِبُّهُ لِأُمِّكَ

“Apakah kamu ingin zinâ itu terjadi pada ibumu?! “. Diapun menjawab: “Tidak”. Maka Nabî Shallallâhu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepadanya:

وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِأُمَّهَاتِهِمْ

“Demikian pula orang-orang tidak akan ingin zinâ itu terjadi pada ibu-ibu mereka.”
Nabî Shallallâhu ‘Alaihi wa Sallam katakan pula:

 وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِبَنَاتِهِمْ

“Demikian pula orang-orang tidak akan ingin zinâ itu terjadi pada puteri-puteri mereka.”
Nabî Shallallâhu ‘Alaihi wa Sallam katakan pula:

وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِأَخَوَاتِهِمْ

“Demikian pula orang-orang tidak akan ingin zinâ itu terjadi pada saudari-saudari mereka.”
Nabî Shallallâhu ‘Alaihi wa Sallam katakan pula:

وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِعَمَّاتِهِمْ

“Demikian pula orang-orang tidak akan ingin zinâ itu terjadi pada saudari-saudari ayah mereka.”
Nabî Shallallâhu ‘Alaihi wa Sallam katakan pula:

وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِخَالَاتِهِمْ

“Demikian pula orang-orang tidak akan ingin zinâ itu terjadi pada saudari-saudari ibu mereka.”

Dijawab oleh:
Muhammad Al-Khidhir pada hari Rabu, 25 Jumâdil Ãkhirah 1444 di Pondok Pesantren Majaalis Cipancur Klapanunggal Bogor.

⛵️ https://t.me/majaalisalkhidhir/7134