BELAJAR BAHASA ARAB PERLU WAKTU YANG PANJANG

Pertanyaan:
Ahsanallahu ilaikum, Ustadzi. Mohon maaf kalau pertanyaan saya sedikit agak lancang atau kurang sopan dan tidak terkait dengan masalah tauhid. Berapa lama Ustadz belajar bahasa Arab hingga bisa baca kitab dan faham ucapan Masyaikh?. Saya butuh kisah antum, semoga dengannya atas ijin Allah jadi sebab kami tidak putus asa dari rahmat Allah untuk terus belajar bahasa Arab.

Jawaban:
Kita belajar bahasa Arab cukup lama, mulai belajar bahasa Arab di Ma’had Ukhuwah Islamiyyah Sukolilo Surabaya namun tidak sampai selesai satu semester, karena tertarik dengan Ma’had Abu Bakr Ash-Shiddiq Jojoran Surabaya. Kita berupaya untuk bisa selalu hadir pada kajian Durusullughah dan Amtsilatut Tashrif setelah maghrib yang diajarkan oleh Al-Ustadz Abu ‘Afifah Hariadi ‘Afallahu ‘Anna wa ‘Anhu. Namun kita merasa kesulitan memahami pelajaran Amtsilatut Tashrif saat itu hingga semangat melemah, lebih condong ke Durusullughahnya saja. Alhamdulillah Ustadz kita Abul ‘Abbas Harmin Rahmatullah ‘Alaina wa ‘Alaih memotivasi kita untuk tetap ikut dan terus menerus mempelajarinya, dan pesan yang terindah beliau ke kita untuk tidak meninggalkan shalat lail walaupun hanya shalat witir. Masya Allah pesan ini seolah-olah menjadi pengingat bagi kita untuk selalu menjaga shalat lail meskipun hanya shalat witir, sampai Ramadhan kemarin saat kita dijadwalkan mengisi kajian tematik di Jakarta tentang shalat-shalat sunnah yang tidak pernah ditinggalkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan kita sampai di Jakarta menjelang jam dua belas malam, lalu kita beristirahat dan tidur di suatu ruangan di masjid yang sudah disediakan untuk kita, kemudian kita mimpi didatangi oleh beliau (Ustadz kita Abul ‘Abbas Harmin Rahimahullah), beliau menyuruh bangun, kitapun terbangun. Ternyata seperempat jam lagi jam dua, sedangkan shalat tarawih berjama’ah yang tengah malam biasa dilakukan jam dua. Dengan mimpi tersebut, benar-benar membuat kita teringat dengan pesan beliau untuk menjaga shalat lail saat masih di Surabaya dulu. Kita mengira maksud beliau dulu supaya setelah itu kita bisa langsung berangkat ke Ma’had Abu Bakr Ash-Shiddiq Jojoran, dengan taufiq dari Allah kita Alhamdulillah dapat memanfaatkan kesempatan itu. Kebetulan setiap selesai shubuh ada kajian Tafsir As-Si’di yakni Taisiru Karimirrahman yang diajarkan oleh Al-Ustadz Abu ‘Abdirrahman Zainul ‘Arifin ‘Afallahu ‘Anna wa ‘Anhu, kita ingin terus mengikuti kajian kitab tersebut supaya bisa mengenal banyak mufradat serta dapat membacanya sebagai bentuk dari menerapkan bahasa Arab. Biasa kita sebelum shubuh berjalan kaki dari kosan yang dekat dengan kampus di samping RSJ Menur ke Ma’had Abu Bakr Ash-Shiddiq Jojoran. Demikian pula untuk menghadiri kajian bahasa Arab ba’da maghrib, kita setiap sore jalan kaki ke Ma’had Abu Bakr Ash-Shiddiq Jojoran, saat pulang ke kosan kita juga jalan kaki, sampai pernah di tengah jalan berpapasan dengan Al-Ustadz Abu ‘Afifah Hariadi, beliaupun mengajak naik di sepeda motornya hingga di perempatan Jalan Menur, Jazahullahu khairan wa Baraka fih.
Setelah kita selesai kuliah, kita dimotivasi kembali oleh Ustadz kita Abul ‘Abbas Rahimahullah untuk jangan dulu balik ke Maluku, tapi ke ma’had saja menuntut ilmu, kitapun ke Ma’had Al-Bayyinah Gresik dan mencoba mengikuti program bahasa Arab hingga sempat belajar Al-Ajrumiyyah, kemudian kita kembali ke Maluku, sampai di Maluku dimotivasi lagi oleh Ustadz kita Abul ‘Abbas Rahimahullah untuk kembali menuntut ilmu, hingga kita ke Ma’had As-Sunnah Bajirupa Makassar, dan kita dapat mengikuti pelajaran Mulakhkhas Qawa’idil Lughatil ‘Arabiyyah. Kemudian kita pindah ke Ma’had ‘Umar Ibnul Khaththab Sugihan Lamongan dan kita ikuti pula pelajaran Mulakhkhas Qawa’idil Lughatil ‘Arabiyyah dan At-Tuhfatul Washabiyyah. Kemudian kita pindah lagi ke Ma’had Darul Atsar Banyutengah Gresik, dan kita berkesempatan pula mengikuti kajian At-Tuhfatus Saniyyah setelah itu Syarhu Qatrin Nada. Kemudian kita diberi kabar gembira oleh Ustadz kita Abul ‘Abbas Rahimahullah bahwa kita akan diberangkatkan ke Darul Hadits di Yaman, sambil menunggu keberangkatan ke Yaman, kitapun memutuskan untuk ke Ma’had Dhiyaussunnah Cirebon dan kita dapat mengikuti kajian Syarhu Ibni ‘Aqil.
Setelah kita sampai ke Darul Hadits Dammaj di Yaman, kita mengulangi semua pelajaran-pelajaran bahasa Arab tersebut dengan belajar ke para pengajar yang berbahasa Arab.
Jika kita coba hitung waktu belajar bahasa Arab, itu cukup lama, sampai bertahun-tahun. Memang benar apa yang dikatakan di dalam suatu sya’ir:

اَلا لاَ تَناَلُ اْلعِلْمَ إِلاَّ بِسِتَّةٍ

“Ketahuilah, engkau tidak akan memperoleh ilmu kecuali dengan enam…”
Disebutkan di antaranya:

وَطُوْلِ زَمَانٍ

“Dan waktu yang lama.”
Kita sebelum ke Yaman, sempat Ustadz kita Abul ‘Abbas Rahimahullah mengingatkan untuk jangan cepat-cepat balik ke Indonesia, kalau ingin balik saat umur sudah mencapai empat puluh tahun, karena menuntut ilmu perlu waktu yang lama. Kitapun sempat mengatakan ke beliau: “Kenapa tidak sebaiknya kakak yang ke Yaman?.” Beliau langsung menjawab: “Kalau kakak yang ke Yaman, kakak khawatirkan adik-adik di Limboro akan tersesat.” Kitapun sampai terharu saat mendengarkan jawaban beliau tersebut, memang betul perkataan beliau, Alhamdulillah dengan sebab beliau kita tidak sampai tersesat:

رَبَّنَا لَا تُزِغۡ قُلُوبَنَا بَعۡدَ إِذۡ هَدَیۡتَنَا وَهَبۡ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحۡمَةًۚ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡوَهَّابُ

“Wahai Rabb kami, janganlah Engkau simpangan hati kami setelah Engkau memberi hidayah kepada kami. Karuniakanlah suatu rahmat dari sisi-Mu untuk kami, sungguh Engkaulah Al-Wahhab (Maha Pemberi Karunia.” [Surat Ali ‘Imran: 8].

(Abu Ahmad Al-Limbori).

⛵️ https://t.me/majaalisalkhidhir/9281